Minggu, 13 Juli 2014

KODRAT KAUM PEREMPUAN?

Perkembangan zaman sudah semakin dirasakan, dari adanya perkembangan teknologi yang pesat, pendidikan, bahkan cara berfikir dari masyarakat. Namun entah mengapa, masih terdapat sebagian orang yang tetap mempertahankan cara berfikir mengenai kodrat seorang perempuan. Di kala akhir-akhir ini selalu ditekankan persamaan genre dimana antara laki-laki dan perempuan harus diperlakukan secara sama dalam beberapa hal, termasuk dalam pendidikan dan pekerjaan. Saat ini masih saja adanya pola berfikir masyarakat yaitu dari kalangan orang tua yang berfikir bahwa seorang anak perempuan hanya akan berakhir di dapur. Jadi sejauh dan setinggi apapun pendidikan anak perempuan mereka, ujung-ujungnya juga akan pergi ke dapur. Sehingga tidak sedikit kalang orang tua yang memilih untuk segera menikahkan anak perempuan mereka setelah lulus sekolah di SMA/Sederajat. Bahkan ada pula setelah lulus SMP/sederajat sudah segera dinikahkan dengan alas an yang tidak jauh beda dengan pernyataan di atas. Di samping pertimbangan tersebut, ada pula pemikiran bahwa seorang perempuan jika tidak segera dinikahkan, ditakutkan jodoh akan kabur atau anak perempuan mereka akan susah mendaptkan jodoh. Apalagi jika anak perempuan tersebut sudah lulus dari pendidikan tinggi atau bahkan sudah memperoleh penghasilan sendiri. Hal ini dapat membuat para kaum lelaki merasa minder jika mendekati anak gadis mereka.

Ada sebuah cerita salah seorang anak perempuan dipilihkan oleh orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan di dunia perkuliahan dan mondok setelah lulus SMA, dengan tujuan akan mendapatkan pekerjaan yang layak. Namun setelah dilamar oleh seorang laki-laki yang notabenya lebih beruang dari keluarga mereka, maka dengan sangat mudah mimpi yang sebelumnya ditulis dengan melalui kuliah tersebut menjadi luntur. Pernikahan terjadi dalam kurun waktu tidak lama dari semester 2 di bangku perkuliahan. Dan akhirnya, anak perempuan tersebut putus kuliah lantas melanjutkan kehidupan sebagai seorang istri. Orang tua dari anak perempuan itu sekilas merasa senang karena anaknya sudah mendapatkan suami yang mampu menghidupi anaknya ‘meski masih dengan harta orang tua suaminya’. Namun di satu sisi, orang tuanya juga merasa menyesal, kenapa dulu memilih menghabiskan dana hanya untuk menyekolahkan anak perempuannya kalau toh akhirnya juga jadi ibu rumah tangga. Dan kini pemikiran itu semakin berkembang hingga akhirnya anak perempuan satunya atau adik perempuan dari anak tersebut sudah diberi isyarat oleh si orang tua untuk segera mencari pacar yang ‘tajir’. Apabila setelah lulus SMA dia sudah dilamar, maka tidak aka nada kata penolakan. Pastinya si adik perempuan tersebut juga tidak akan disekolahkan lagi ke bangku perkuliahan.

Cerita tersebut ternyata masih saja berkembang di tanah Jawa, atau bahkan di seluruh Indonesia. Meski Ibu Kartini sudah membuktikan bahwa seorang perempuan tak hanya bias berakhir di dapur, namun masih banyak kaum orang tua yang belum merelakan takdir seorang anak perempuan sebagai ‘calon penghuni dapur’ itu dihapuskan.

Saatnya para kaum perempuan yang hingga saat ini belum bersuami untuk membuktikan bahwa seorang perempuan bisa menjadi lebih dari hanya sekedar ‘penghuni dapur’. Meski tugas utama seorang perempuan nantinya adalah melayani suami, tapi bukan berarti mereka tak bisa berkreasi.

Semoga semakin berkembang pola fikir kaum perempuan dan kaum orang tua mengenai hal ini. Agar apa yang telah diperjuangkan oleh Ibu Kartini tak hanya menjadi cerita di masa kini. 

3 komentar:

  1. setuju setuju.. bagaimana bisa mencetak generasi penerus terbaik jika para wanita hanya dapat pendidikan yang pas-pasan? wanita harus cerdas dan berpendidikan :)

    BalasHapus
  2. ford ecosport titanium, new in 2019 - TiNaniumArts
    In this mens titanium rings guide, we provide a complete overview of the titanium suppressor Titanium-Arts.com platform. titanium glasses The Titanium-Arts.com platform tube supplier is an enterprise- titanium blade

    BalasHapus